Kirimi aku, kabarmu di sana
Lewat telepon, surat, faksimili, ngobatin rinduku
Kirim juga, foto ukuran jumbo
Biar nanti ku pajang di kamarku
Sebagian medium yang disebut dalam lirik lagu Kabari Aku dari band rock Jamrud di awal abad ke-21 itu mungkin sudah tidak relevan dengan hubungan romansa anak muda masa kini.
Maklumlah, kemajuan teknologi digital dan komunikasi telah memudahkan segalanya, termasuk dalam hal mengobati rindu kepada pacar.
Ketimbang cetakan foto jumbo atau telepon umum, generasi milenial lebih akrab dengan smartphone, media sosial, dan aneka macam medium baru, seperti video call.
Komunikasi muda-mudi kasmaran zaman sekarang pun lain gaya dibanding generasi kakak-kakak mereka yang terpisah jarak waktu dan teknologi.
Beberapa pengalaman pacaran di era pra-smartphone dan medsos sudah sangat jarang ditemui. Sebaliknya, ada fenomena baru yang muncul dari kemajuan zaman.
Menelepon di telepon umum
Ilustrasi telepon umum koin.
Masih ingat dengan telepon umum koinan atau yang memakai kartu? Iwan, seorang ayah dua anak yang mulai pacaran di era 90-an, mengaku sering memanfaatkan fasilitas ini untuk berkomunikasi dengan pujaan hati.
“Beberapa telepon umum itu bisa ditelepon juga. Jadi kadang kita nunggu sambil berdiri di dekat telepon umum itu. Kalau lagi sial, telepon umumnya sedang dipakai orang saat pacar mau menelepon,” tutur Iwan.
Pengalaman serupa dialami Kang Jalu, pria asal Bandung yang pernah pacaran di era yang sama dan sering memakai telepon umum kartu untuk menghubungi telepon rumah pacar.
Dia bisa menghabiskan dana hingga Rp 10.000 yang termasuk besar saat itu, hanya dalam beberapa hari untuk menelepon dari telepon umum.
Telepon di seberang pun biasanya tak langsung diangkat oleh sang pacar seperti halnya ketika menghubungi ponsel saat ini, melainkan oleh orang lain seperti kerabat yang tinggal serumah.
“Pacaran zaman sekarang, lo nggak bakal diteriakin orang rumah ‘woi, ngapain sih nelepon lama-lama, kan di sekolah sudah ketemu'. Atau dinyanyikan jingle (operator) ‘gunakan telepon yang baik dan benar’,” ujar Jalu mengingat masa lalunya.
Generasi muda masa kini bisa dibilang sebatas mengenal telepon umum sekadar bagian dari masa lalu. Terutama untuk mereka yang tinggal di kota-kota besar,
Silvi, seorang gadis usia 20-an tahun, misalnya, tidak pernah memakai telepon umum sebagai sarana pacaran, meski semasa kecil pernah menggunakannya.
“Sampai SMP gue masih pakai telepon koin untuk menelepon rumah,” katanya.
Ketimbang telepon umum atau telepon rumah, Silvi dan anak-anak muda dari generasinya kini dimanjakan oleh berbagai fasilitas komunikasi yang bisa diakses dari ujung jari lewat smartphone.
Jangankan sekadar telepon untuk mendengar suara kangen di seberang sana, mau berkirim foto atau video pun bisa dilakukan secara instan.
Pengguna jasa telepon sekarang memang lebih mengandalkan komunikasi seluler. Hal ini tercermin dari besarnya jumlah pelanggan seluler di Tanah Air yang bisa mencapai kisaran 150 juta pada 2016, hanya dari salah satu operator terbesar saja.
Angka itu jauh lebih banyak dibandingkan pelanggan telepon rumah di Indonesia yang hanya mencapai angka 10 juta pada 2015, menurut catatan Badan Pusat Statistik.
Apalagi dibandingkan dengan telepon umum koin yang tercatat hanya berjumlah 30.000-an unit di Indonesia pada 2011 lalu.
Sumber
comment 0 comments
more_vert