Kemacetan lalu lintas menjadi masalah yang lumrah ditemukan di kota-kota besar dunia. Berbagai strategi diterapkan untuk mengurangi kepadatan jalan raya, termasuk dengan bantuan dari kemajuan teknologi.
World Economic Forum melansir pada 2014 bahwa penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di Stockholm, Swedia, mampu menurunkan volume keramaian lalu lintas kota itu sebanyak 25 persen. Angka ini setara dengan berkurangnya satu juta kendaraan dari jalan dalam satu hari.
Teknologi ERP menerapkan skema pembayaran secara elektronik bagi pemilik kendaraan pribadi. Mereka yang memasuki pusat kota pada hari kerja, antara pukul 06.30 dan 18.30, akan dikenakan biaya dengan nominal tertentu.
Selain "membasmi" kepadatan jalan, penerapan biaya pada sistem tersebut turut meningkatkan pendapatan harian jalan tol. Keuntungan itu kemudian menjadi dana berputar yang dipakai untuk memperbaiki fasilitas jalan dan pembayaran agar terus berjalan.
Sydney, Australia juga memiliki teknologi Sydney Coordinated Adaptive Traffic System (SCATS). Kamera dan sensor ditempatkan pada jalan-jalan raya untuk menghitung jumlah kendaraan serta mengatur lampu lalu lintas melalui data center terpusat.
Saat terjadi kemacetan, lampu hijau akan menyala lebih lama agar kendaraan tidak berhenti dan menumpuk. Sebaliknya, waktu nyala lampu hijau segera kembali normal bila jalanan kosong.
Foto ilustrasi Electronic Road Pricing (ERP) di Singapura.
Kota besar lainnya yang mengadaptasi teknologi untuk mengatasi kemacetan adalah Kopenhagen. Ibu kota Denmark ini menerapkan Integrative Public Transport Model yang mengintegrasikan akses tiga jenis kendaraan umum sekaligus.
Pengguna dapat melihat berbagai informasi, seperti tiket, waktu kedatangan kendaraan, dan tujuan keberangkatan, dalam satu aplikasi ponsel atau melalui pesan singkat. Sistem tersebut juga menginformasikan keberadaan halte bus terdekat serta fasilitas parkir yang tersedia.
Selain itu, fitur sinyal radio dan GPS pada Integrative Public Transport Model memungkinkan bus datang sesuai kebutuhan penumpang.
Alhasil, integrasi angkutan umum tersebut mampu mengurangi penggunaan mobil pribadi secara signifikan. Merujuk ada sumber yang sama diWorld Economic Forum, pengurangan terlihat dari adanya penurunan emisi CO2 sebesar 83 persen.
Lewati macet Ibu Kota
Di Indonesia, kemacetan telah lama pula menjadi problema warga kota-kota besar, terutama Jakarta. Dari segi kebijakan, pemerintah telah mencoba berbagai cara agar warganya tak tua di jalan.
Salah satu solusi yang sekarang diterapkan adalah penerapan peraturan pelat nomor kendaraan dengan angka terakhir ganjil atau genap sesuai penanggalan ganjil atau genap kalender untuk mobil pribadi.
Ilustrasi tanda nomor kendaraan
Berlaku setiap pukul 07.00 WIB-10.00 WIB dan pukul 16.00 WIB-20.00 WIB, peraturan tersebut dinilai membawa sejumlah dampak positif pada lalu lintas Jakarta. Berkurangnya waktu tempuh bus Transjakarta pada jam-jam tersebut menjadi salah satu pengukur yang dipakai.
"Waktu tempuh perjalanan pada koridor ganjil-genap mengalami penurunan 19 persen. Biasanya rata-rata 18 menit menjadi 14,6 menit," ujar Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto yang dikutip Kompas.com pada Kamis (25/8/2016).
Fasilitas angkutan umum untuk masyarakat pun itu bertambah. Bus Transjakarta, misalnya, mendapatkan beberapa rute baru mulai Agustus 2016. Rute baru itu antara lain jalur Bekasi-Bundaran HI, Bekasi-Tanjung Priok, dan Bekasi Timur-Grogol.
Di sisi lain, pemerintah juga mendukung berkembangnya peran teknologi untuk membantu masyarakat melewati padatnya Jakarta. Beberapa tahun belakang, kehadiran jasa ojek motor online berbasis aplikasi terbilang cukup memudahkan masyarakat mengakses kendaraan umum serta menghindari kemacetan lalu lintas.
"Kami memang tidak memiliki peraturan yang mengatakan bahwa ojek sebagai salah satu moda transportasi massal. Tetapi, ojek adalah solusi bagus untuk menghadapi kemacetan," kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (9/6/2015).
Motor memiliki ukuran yang relatif minimalis dan mampu melewati jalan sempit atau jalan tikus. Hal itu menjadi nilai lebih untuk mempersingkat waktu ketika melewati jalanan di waktu-waktu padat.
Penumpang juga dimudahkan karena ojek bisa dipesan langsung melalui aplikasi pada ponsel, yaitu dengan memasukkan lokasi penjemputan dan tujuan. Selain mempersingkat waktu perjalanan, layanan ojek daring seperti Grab memberikan pula apresiasi bagi penggunanya.
Penumpang berkesempatan mendapatkan poin dalam program GrabRewards pada setiap akhir perjalanan. Poin itu bisa ditukarkan dengan berbagai promosi hadiah, termasuk tumpangan gratis ketika memesan ojek selanjutnya.
Penghargaan ini tidak hanya berlaku pada layanan ojek, tetapi juga akses berbagai kendaraan antar-jemput menggunakan mobil dan taksi. Poin hadiah tersebut berlaku juga di negara lain yang mengakomodasi layanan Grab—yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Vietnam.
Layanan aplikasi transportasi daring Grab
Selain itu, aplikasi tersebut juga bekerja sama dengan World Bank dalam pengembangan OpenTraffic, yaitu platform yang membuka data seluruh aktivitas di jalanan seperti peta kemacetan dan arus lalu lintas.
Lewat skema itu, Grab menyediakan data GPS yang nantinya memberikan informasi terkait lalu lintas dan akan dibagikan pada pemerintah setempat sebagai bantuan solusi atas masalah kemacetan.
Grab mendukung pula upaya pemerintah mengatasi kemacetan melalui teknologi yang disematkan dalam aplikasi. Layanan mereka sudah memasukkan algoritma pelat ganjil-genap sesuai kebijakan yang berlaku di Jakarta.
Secara real time, fitur ini menyaring pelat kendaraan yang melayani jasa mereka sesuai tanggal, lokasi, dan waktu perjalanan. Dengannya, penumpang mendapatkan kendaraan yang sesuai tanpa terkendala rute sesuai peraturan yang berlaku.
Dengan aplikasi ini, penumpang akan lebih mudah melewati macet dan cepat sampai ke tujuan. Pemerintah pun turut dibantu mengatasi kepadatan lalu lintas.
Sumber
comment 0 comments
more_vert