Menjelang perhelatan pemilihan pemimpin baru, entah pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau pemilihan presiden (Pilpres), tensi di media sosial meningkat. Hoax yang bertebaran pun dijadikan amunisi untuk menghajar lawan.
Mencermati fenomena ini, blogger Enda Nasution mengatakan, fakta bahwa tingkat literasi digital netizen Indonesia rendah memang ada, namun bukan satu-satunya faktor. Dalam konteks Pilkada seperti sekarang, pengguna medsos ibaratnya berada dalam mode berperang.
"Gak peduli informasinya benar atau nggak, orang langsung share. Dalam Pilkada ini, orang heran, yang berpendidikan aja menyebar hoax. Ada berita apa, ikut menyebar untuk jelekkan lawan, pihak lawan juga demikian untuk membalas. Hoax dimanfaatkan untuk amunisi berperang," kata Enda, Rabu (8/2/2017).
Dikatakannya, dalam kondisi normal (tidak sedang situasi panas seperti Pilkada) netizen seharusnya bukan sebagai prajurit dalam perang, melainkan pemandu. Sebagai pemandu, netizen akan mencoba mencari informasi yang benar.
"Dalam kondisi normal, kita akan cek dan ricek. Dalam kondisi perang, kita ibarat prajurit, terus menerus dalam kondisi siap berperang. Apa saja digunakan untuk menyerang. Bahkan komentar orang saja bisa berbalas jadi alat dia berperang," papar pria yang dijuluki Bapak Blogger Indonesia ini.
Diakui Enda, dalam kondisi seperti ini, sulit mengingatkan orang agar jangan mudah percaya hoax dan menyebarkannya. Namun justru di sinilah kedewasaan netizen diuji. Dari sini, terlihat mana yang main 'hajar' saja dan mana yang lebih kritis dan berhati-hati.
"Ke depan, realita ini orang harus menyadari, orang Indonesia tuh sehari-harinya gak gini. Dari pengalaman saya, orang di dunia maya, ketika bertemu di dunia nyata beda. Ada gap di dunia nyata dan maya, cara komunikasinya berbeda, informasi juga bisa beda persepsi penerimaannya di dunia nyata dan maya," sebutnya.
Dalam situasi semacam ini, menurutnya pemerintah harus menjadi wasit yang adil dengan memberikan rasa kenyamanan, keamanan dan penegakan hukum yang baik sesuai porsinya, tidak berlebihan.
Sejauh ini, sudah terlihat langkah pemerintah dalam upaya tersebut, di bawah payung besar literasi digital. Meski demikian, Enda mengingatkan bahwa isu ini menjadi tugas bersama.
"Pemerintah memang bisa mendukung, tapi dari masyarakatnya juga harus tumbuh. Bisa dimulai dari komunitas-komunitas yang edukasi internet. Dari situ masuk ke sistem pendidikan. Informasi itu harus diajarin kepada pengguna internet sejak dini," sebutnya.
Saran lainnya adalah perlunya keberadaan sebuah lembaga yang tugasnya mengecek sebuah berita atau informasi benar atau tidak. Tak ketinggalan, diperlukan juga kampanye terus menerus agar netizen Indonesia memanfaatkan teknologi digital dengan baik.
(rns/asj)
Sumber
comment 0 comments
more_vert