Selfie sudah menjadi fenomena wajar di era smartphone dan media sosial. Hampir tidak mungkin mengunjungi objek wisata tanpa melihat orang yang sedang berpose untuk melakukan swafoto untuk diedarkan di medsos.
Sebagian besar responden dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Ludwig Maximilians University di Jerman, misalnya, menyatakan pasti menjepret selfie setidaknya sebulan sekali.
Tapi studi yang sama juga menyebutkan bahwa para responden ternyata tidak suka melihat hasil selfie orang lain. Ada semacam “bias selfie”, di mana seseorang memiliki penilaian berbeda terhadap foto selfie diri sendiri, dibanding penilaian orang lain terhadap foto selfie tersebut.
“Sebanyak 90 persen menilai selfie orang lain sebagai sarana promosi diri. Sebaliknya, hanya 46 persen yang memiliki penilaian serupa terhadap selfie jepretan sendiri,” sebut penelitian yang melibatkan 238 responden dari Austria, Jerman, dan Swiss itu.
Dirangkum dari DPReview, Senin (13/2/2017), studi turut menyebutkan orang yang menunggah selfie kerap diasosiasikan dengan perilaku negatif seperti narsisme serta citra diri yang superfisial dan tidak asli.
Kesan negatif yang muncul di benak ketika melihat selfie orang lain ini lebih besar dibandingkan kesan posiitif seperti independensi, keterkaitan, dan makna di balik foto.
“Secara umum, para responden berpandangan buruk terhadap selfie (orang lain),” tulis laporan studi tersebut. “Sebanyak 82 persen lebih ska melihat foto biasa di media sosial ketimbang selfie.”
Hasil studi selengkapnya bisa dilihat di tautan berikut.
Sumber
comment 0 comments
more_vert